Minggu, 06 Mei 2012

CERPEN

SATU DI ANTARA DUA PELABUHAN SENJA


Percakapan pagi pada embun yang melekat rindu di atas ranting-ranting daun
Mengawali langkah seorang pemuda, fajarpun mulai tersenyum di ufuk timur meski terlihat sedikit redup tak sedikitpun mengurangi keindahannya, adzan shubuh telah di kumandangkan merdu. Merasuk jiwa-jiwa suci, waktu terus bergulir mengikis impian dan harapan.
Mentari mulai menatap dunia, cahayanya menerpa hamparan rerumputan yang
Bergutasi, desiran angin ikut bersua disertai suara merdu nyanyian-nyanyian pagi.
           Fahry bersiap-siap ke sekolahnya.
“bu, fahry berangkat sekolah dulu,”tutur seorang pemuda pada wanita separuh baya
“hati-hati nak di jalan,” balasnya sambil menatap buah citanya melangkah ke luar

@        @        @
Mentari mulai mengukir cahayanya dengan mahkota panasnya yang begitu sengit dan menyilaukan. Jam menunjukkan pukul 13:30 wib,semua murid-murid di sekolah islam
AN-NAJAH berhamburan tak terkecuali Fahry yang tampak dengan semangat mengayuh
Pedal Sepeda ontelnya hingga sampai di depan rumahnya, fahry langsung meletakkan sepeda ontelnya di bawah pohon jambu yang ada depan rumahnya. Fahry melepaskan dasi yang menyekal di lehernya seraya mengucap salam namun berulang kali tetap tidak ada jawaban yang menyapa gendang telinga Fahry. Fahry terus mencari ibunya, senyum Fahri mulai  mengembang ketika melihat ibunya duduk  di belakang rumahnya di bawah pohon asam.
“assalamu’alaikum ibu.” Sapa fahry seraya meraih tangan ibunya.
“waalaikum salam” jawab sang ibu tercintanya.
“apa yang ibu fikirkan?... mengapa ibu duduk termenung disini?...”namun ibu fahry hanya terdiam,sedikit menghela nafasnya lantas ibu fahry mulai mengutarakan apa yang membuatnya tak bisa mengatakannya
“fahry, sebenarnya ibu berat mengatakan ini padamu ,tapi ini wasiat dari ayahmu. Dulu       sebelum ayahmu meninggal, dia ingin melihatmu tumbuh menjadi pemuda yang sholeh dalam kata lain dia ingin kamu mondok.” Penjelasan ibunya membuat fahry terbungkam tanpa kata, sejanak tempat itu sepi tanpa suara yang terdengar hanyalah gesekan daun karna terpan angin.
“tapi bu,sebentar lagi fahry akan lulusan dan fahry ingin meneruska kuliah ke jogja. Maafkan fahry bu fahry tidak bermaksud menantang ibu.”ucap fahry pelan
“ibu mengerti,tapi apa salahnya kamu itu nyntri lagu pula di sana kamu juga bisa kuliah, tidak perlulah jauh-jauh kan yang terpentingkan barokahnya dan bermanfaat bagi kamu dan orang di sekitar kamu , demi cita-cita ayahmu nak, ibu mohon siapa lagi yang akan mewujudkan semua impian ayahmu kalau bukan kamu anak satu-satunya yang ibu punya” jelas ibu fahry , namun fahry tetap bungkam seribu bahasa, matanya menatap kosong ke tanah. Setelah menghela nafas panjang fahry baru angkat bicara.
“baiklah bu , jika ini bisa membuat ibu tenang insyaAllah fahry akan mewujudkan cita-cita ayah”
“allhamdulillah, kalau begitu besok pagi-pagi sekali kita berangkat ibu sudah siapkan semua yang kamu butuhkan”ucap ibu fahry, fahry sangat terkejutmendengarnya mengapa harus semendadak itu.
“tapi bu, apa tidak terlalu cepat, kalau fahry berangkat besok?, lagi pula fahry belum mengurus semua surat-surat yang di perlukan.”
“tidak perlu nak, ibu sudah menyuruh pamanmu untuk mengurus semuanya,jadi kamu tidak usah hawatir” jawab ibu fahry sambil tersenyum mengelus rambut kepala fahry
.
                                                      @           @            @             
Mentary kembali beranjak, seusai sarapan, fahry, ibu dan pamannya bersiap-siap untuk pergi ke pondok pesantren DARUL ARQOM tepatnya di kawasan surabaya, butuh waktu 4 jam untuk sampai di sana, semua kebutuhan sudah lengkap rombongannyapun segera berangkat, fahry merasa semua itu adalah mimpi. Fahry  tidak percaya akan nyantri,  sepanjang perjalanan rasa gugup yang fahry rasakan,tak terasa perjalanan sudah sangat jauh meninggalkan kota kelahiran fahry,   ahirnya mulut gerbang pondok pesantrenDARUL ARQOM sudah di depan mata, terlihat semua santri berjalan membawa kitab suci, wajah fahry mulai terlihat cemas tapi, ibu fahry segera memegang tangan fahry, serasa ada kekuatan baru yang menyusup lembut di hati fahry. Lantas fahry dan pamannya menuju dhalem kiai, fahry dan pamannya di sambut  hangat oleh santri yang memang bertugas menyambut tamu, fahry dan pamannya duduk menanti kiai, beberapa menit kemudian kiai datang mengenakan jubah putih dengan kepala terikat sorban. Kemudian fahry dan pamannya nyabis pada kiai, perbincanganpun di sertai pengenalan fahry pada kiyai, fahry tertunduk penuh ta’dzim dia masih belum percaya kalau dia benar-benar akan nyantri, dalam benaknya fahry masih belum siap meninggalkan ibunya seorang diri namun fahry hanya bisa pasrah karna ini pasti jalan yang terbaik untuk masadepannya
 Kemudian kiyai menyuruh seorang santri untuk mengantarkan fahry ke blok yang masih belum penuh,santri itu pun membawa fahry sedang ibu dan pamannya sudah pulang
“siapa nama akhi” tanya seorang yang menghantar fahry sambil meletakkan barang-barang fahry
“mohammad fahry al-farisi,panggil saja saya fahry” jawab fahry pelan

@                      @                @

 Hari berganti hari, siang dan malampun datang silih beganti, perjalanan fahry di pondok pesantren DARUL ARQOM hampir satu setengah tahun, suka,dukacita fahry lewati bersama teman-temannya,fahry merupakan orang yang cepat akrab dengan sesama hingga terjalin sebuah persahabatan yang sangat erat antara fahry dengan putra kiyai yang kerap di sapa GUS SYA’ID,namun tanpa fahry sadari dua bola mata tajam selalu menyoroti fahry yang tak lain dia adalah adik gus sya’id
Seusai kajian kitab dhzuhur  fahry di ajak gus sya’id ke dhalemnya, sebelumnya fahry tidak biasa ke dhalem gus sya’id jadinya sedikit deg-degkan ketika melintasi halaman dhalem gus sya’id setelah agak lama berbincang-bincang tentang permasalahan di kampusnya seorang gadis jelita dengan bulu mata yang jelentik menyela di tengah per bincangan mereka.
“afwan bang, khumairoh menyela, ana hanya ingin bertanya, bang sya’id letakkan di mana kitab yang abang pinjam?” tanya gadis itu sambil melirik ke arah fahry yang terus menelusuri buku ilmiah
“oh iya, kok abang bisa lupa ya..., sebentar biar abang yang mengambilnya” gus sya’id beranjak dari tempat duduknya menuju kamar yang tak jauh dari ruang depan, ruangan menjadi sunyi hanya ada dua insan yang saling membisu, keduanya tak berani menatap satu sama lain, setelah beberapa menit membisu fahry mulai angkat bicara
“afwan neng, apa neng mau mengajar di santri putri?” tanya fahry  memecahkan kesunyian, lantas neng khumairoh hanya menganggukkan kepalanya sembari tersenyum, namun, mereka saling membuang pandangan, ruanganpun kembali sunyi yang terdengar hanya kicauan burung yang berbisik merdu, mata fahry hanya tertuju pada gelas yang tertata rapi di atas meja. Tiba-tiba gus sya’id datang membawa sebuah kitab yang cukup tebal.
“ ini kitabnya”. Ujar gus sya’id seraya menyodorkan kitab yang di pegangnya pada neng khumairoh.
“syukron bang.” Balas neng khumairoh setelah mendapatkan kitab dari gus sya’id lalu neng khumairoh pergi dari hadapan abangnya dan fahry.
Setelah bisa memecahkan problamatica yang di diskusikan fahry pamit untuk kembali ke pondoknya, waktu yang di nantikan telah tiba, sebelum fahry kembali ke pesantren fahry masih meluangkan waktunya untuk mencari ketenangan di kawasan pesantren itu, dia berdiam diri di bibir pantai menanti senja menyapa, karna memang pondok pesantren DARUL ARQOM tepat berada di dekat pantai tempat kapal-kapal merapat, namun kali ini tak seperti biasanya fahry berdiam diri lebih lama, duduk-duduk santai menatap laut luas, batinnya jadi teringat pada ayah dan ibunya, rasa rindu kian menggebu-gebu merasuk ke relung hatinya, sesekali matanya menatap ke arah terbenamnya matahari, sinar matahari sedikit menyilaukan matanya, tatapannya terus tertuju pada satu objek, hatinya terus berkata untuk mendekatinya, fahry tersenyum sendiri melihat ke anggunan seorang gadis yang mengenakan busana putih dengan balutan jilbab merah muda, namun pandangan gadis itu menatap sendu pada alunan pantai yang berbuih ,desiran angin sedikit menggoyangkan busana yang di kenakan nya , jari-jemarinya sedikit menyingkap jilbab yang menutupi wajah nya fahry bermaksud menghampirinya, tiba-tiba saja angin kencang datang menebar debu-debu hingga menghentikan fahry ,mata fahry tak mampu melihat sesuatu , setelah angin reda fahry mengucek-ngucek matanya  yang tersentuh debu ,fahry menoleh kesana kemari mencari gadis yang sedari tadi mematung di bibir pantai, hati fahry bertanya-tanya mengapa masih ada gadis muslimah seanggun gadis misterius itu.
Mendapati senja, hampir kabur fahry segera kembali pulang ke pesantren, sesampainya di pesantren adzan maghrib menyentuh hati- hati para pengagum tuhan, fahry langsung menuju kamar mandi dan langsung membasahi wajahnya dengan air wudhu’, seusai ber wudhu’ fahry berjalan menuju masjid, sejadah sudah tersusun dengan rapi, fahry menduduki shaffan pertama, sambil menunggu kiayi hadir, fahry berdzikir, setelah beberapa lama kiayipun hadir untuk mengimami shalat berjamaah
 Seusai shalat dan berzikir fahry meraih mushaf al-qur’an, sepuluh menit kemudian fahry kembali ke bloknya, fahry bermaksud muthala’ah kitab RIYADHAUS SHOLIHAEN namun fikirannya tak membiarkan tangan fahry untuk membuka kitab yang di pegangnya, fahry meletakkannya kembali kitab itu dan keluar duduk di teras depan pondoknya, fikiran fahrypun kembali berputar pada skenario tuhan sore tadi, hanya sebatas melihat seorang gadis dari kejauhan tak sempat mengenalnya
Malam selepas isya’ begitu sepi hawa dinginpun mulai menebar aura-aura malam, setelah berjamaah di masjid lagi-lagi fahry hanya termenung sendiri menatap kerlap-kerlip bintang yang bercanda riang dengan sinar sang rembulan, hanya sekali bertemu fahry sudah seperti orang yang berada di tengah keindahan  yang tak ternilai, senyam-senyum sendiri.

@             @            @

Waktu terus berlalu, fahry berangkat lebih awal menuju pelabuhan, matanya terus mencari sesuatu yang tak tentu ada, sepuluh menit kemudian gadis itu sudah terlihat melangkah dengan tongkat yang menuntunnya, fahry merasa ada kebahagiaan baru ketika melihat jilbabnya yang terus mengembang di terpa angin pantai, fahrypun melangkah menuju gadis itu, langkahnya  berhenti di dekat gadis itu.
“ assalamu’alaikum.” Sapa gadis itu pada fahry,  fahry hanya terheran-heran, hatinya bertanya-tanya “ bagaimana bisa dia tau ada seseorang di dekatnya sedangkan matanya tak tertuju padaku.” Bisik hati fahry
“mengapa antum tak menjawab salamku” lanjut gadis itu, lagi-lagi pertanyaan demi pertanyaan mendaki dalam benak fahry, tiba-tiba saja gadis di depannya menggunakan bahasa aktivis pesantren.
“wa....alaikum salam, afwan ukhti” jawab fahry seketika gagap
“apa antum juga nyantri di pesantren DARUL ARQOM?...”tanya fahry
“na’am, tapi itu dulu sebelum ana seperti ini” jawab gadis itu
“maksud antum?..”
Tapi gadis itu lebih memilih membisu tak menghiraukan pertanyaan fahry, fahry semakin bingung, karna sejak pertama kali menyapanya, gadis itu enggan menoleh ke arahnya sedikitpun, sedikit fahry meliriknya dengan detail gadis yang ada di sampingnya “ mengapa di genggamannya ada sebuah tongkat” bisik hati fahry, fahry mencoba memastikan penglihatan gadis yang ada di dekatnya, fahry meencoba menangkap penglihatannya dengan meraba-rabakan tangannya di depan mata gadis itu.
Setelah berdiam cukup lama gadis itupun membalikkan tubuhnya meninggalkan fahry, fahry hanya tertegun menatap gadis embun di waktu senja itu, walau berjalan denga tongkat gadis itu tetap terlihat seperti bidadari dari langit yang datang menyejukkan hati fahry.
“man ismuki?” tanya fahry melantangkan suaranya yang sudah berlalu pergi dari hadapannya, gadis embun itu menghentikan langkahnya dan perlahan menoleh ke arah fahry, lagi-lagi senyuman mengembang di kuncup-kuncup bibirnya,gadis itu kembali mendatangi fahry.
”apa pentingnya sebuah nama, bila hanya kan terlupa”
“maksud ukhti” tanya fahry singkat
“diantara pertemuan pasti kan ada perpisahan, sebab itulah ana tidak ingin megenal antum, ana takut jika suatu saat nanti ana menganal antum semua perkenalan ini kan menjadi kenangan”jelas gadis didepan fahry
“lalu mengapa kita tidak berusaha saling  mengenal saja karna tidak semua perkenalan kan menjadi kenangan”balas fahry,sejenak semuanya menjadi membisu,namun senyum gadis itu tak pernah lepas diantara bibirnya
“syarifa nurul adawiyah” tutur gadis itu dengan lembut dan melanjutkan langkahnya.

@         @         @

Sejak perkenalan singkat itu fahry lebih suka menghabiskan waktunya bersama senja berharap takdir bisa mempertemukannya kembali dengan gadis embun di waktu senja itu, namun tiga hari ini fahry tak melihatnya di tempat biasa gadis itu berdiam, fahry diam menanti di tempat gadis itu tersenyum bersama angin, hingga mentaripun mulai lelah menemani siang, cahayanya mulai lenyap di peraduan.
“ya Allah, sungguh diri ini hina di hadapanmu hamba ingin melihatnya tuk kesekian kalinya, mengapa hanya sebatas nama yang mengisahkan di antara hamba dengan gadis itu, dan mengapa pula hanya sebuah senyuman yang terus membekas diantara himpitan rindu ini.” Jerit hati fahry, lantas fahry membalikkan tubuhnya, deg......... serasa bagai kuncup di musim semi, tiba-tiba saja keringat dingin mulai terasa mengguyur tubuhnya harapan baru tersirat dalam mimpinya, fahry tak mampu berkedip, lidahnyapun terasa kelu tuk mengucap salam pada sosok yang ada di depannya, kali ini fahry jadi salah tingkah dibuatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar